Jumat, 28 Oktober 2016

Review FIilm "Civil War : Captain America" Dengan Konsep Globalisasi, Negara, dan Keamanan




Ketika kita mempelajari studi Globalisasi, maka kita akan disuguhkan dengan konsep Negara dan Keamana. Pada kali ini penulis akan menguraikan unsur-unsur konsep globalisasi, Negara dan Keamana yang terdapat pada film Civil War : Captain Amerika yang dirilis pada tahun 2016. Namun sebelum penulis mereview film ini, penulis akan menjelaskan secara singkat sipnosis dari film ini. 
 
Sinopsis
Setelah perang di film Age of Ultron, Steve memimpin tim baru Avengers dalam usaha mereka untuk terus menjaga kedamaian hidup manusia dari serangan dan kejahatan. Tekanan politik mamaksa mereka untuk membuat sistem pertanggung jawaban dan badan yang menetukan kapan waktunya tim Avengers dibutuhkan. Namun pasca terjadinya insiden lain yang melibatkan Avengers dan menyebabkan kerusakan, para politisi memberlakukan sebuah sistem akuntabilitas, yang dipimpin orang pemerintahan untuk mengawasi dan mengarahkan tim Avengers.

Pertarungan yang dilakukan oleh Avengers berujung pada lahirnya dua kubu yang saling bertentangan. Kubu yang pertama ialah mereka yang menginginkan agar Avengers bisa tetap bebas melindungi umat manusia tanpa intervensi pemerintah. Sedangkan kubu kedua yang dipimpin oleh Tomy Stark mengambil keputusan mengejutkan dengan mendukung pengawasan dan akuntabilitas pemerintah untuk menetukan kapan waktunya tim Avengers dibutuhkan.


Konsep Globalisasi, Negara, dan Keamanan
Globalisasi dapat didefinisikan sebagai “the extension of social relation over the globe” yang berarti Perluasan hubungan sosial seluruh dunia (Yayan Nochamad, 2005; 136). Artinya dalam proses globalisasi segalanya menjadi serba terbuka dan tanpa batas, segala sesuatu dapat menyebar dengan begitu cepat tanpa ada penghalang apapun. Di era globalisasi peran negara sudah tidak lagi dominan, ada peran aktor lain yang mempengaruhi kehidupan politik dalam negeri bahkan luar negerinya. Pada film ini globalisasi berpengaruh terhadap aspek keamanan, yang pada awalnya keamanan merupakan tugas negara untuk menjamin, melindungi, dan memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakatnya. Namun dalam film ini tugas negara yang seharusnya melidungi dan menjamin keamanan masyarakatnya telah diambil alih oleh tim non pemerintah, yaitu tim Avengers. Disini kita bisa melihat proses globalisasi yang begitu nyata, yang mana peran negara sudah tidak lagi dominan


K.Anggoro, menyatakan  Keamanan merupakan istilah yang secara sederhana dapat dimengerti sebagai suasana "bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan". Dalam film ini masyarakat sering kali mendapat banyak ancaman bahaya dan aksi kejahatan yang pada akhirnya dibela dan dilindungi oleh tim Avengers. Globalisasi dengan keamanan merupakan dimensi yang saling berpengaruh. Kehadiran tim Avengers sebagai kelompok non pemerintah yang bertugas melindungi umat manusia sangat didukung dari adanya pengaruh globalisasi.

Dalam film ini sangat jelas bahwa kewajiban menjamin keamanan yang seharusnya menjadi tugas utama negara yakni pemerintah, kini dapat dilakukan oleh kelompok non pemerintah. Meskipun demikian tim Avengers dalam melaksanakan tugasnya masih diawasi dan diarahkan oleh pemerintah, namun mereka tetap aktor non pemerintah yang mengambil tugas utama pemerintah yaitu menjamin keamanan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Scholte bahwa kehadiran globalisasi mengeksistensi negara, teritori negara sebagai kedaulatan kini menjadi kabur. 

Globalisasi telah mendorong terjadinya perubahan terhadap bagaimana isu security  diterima, dipandang dan dipecahkan. Setidaknnya, globalisasi telah mempengaruhi konsep keamanan yang didefinisikan secara tradisional  yang  hanya  menempatkan keamanan hanya pada bidang meliter,  dengan konsep-konsep yang melekat hanya terbatas pada penangkalan (deterence), perimbangan kekuatan, dan strategi militer. Adapun ancaman-ancaman yang lahir di era globalisais adalah; (1) ancaman terhadap identitas sosial, (2) ancaman dalam kesehatan, (3) ancaman dari bencana alam, dan (4) ancaman accidental seperti human trafficking, cyber crime, money laundering, dan drugs trafficking.

Jadi, kesimpulanya adalah kehadiran tim Avengers sebagai aktor non pemerintah yang bertugas melindungi masyarakat dari serangkaian serangan dan kejahatan merupakan akibat dari pengaruh globalisasi di bidang keamanan. Yang mana pada dasarnya hal tersebut ialah merupakan kewajiban dari tugas negara dalam menjamin kemanan masyarakatnya. Namun sebagaimana telah penulis jelaskan diatas bahwa pada era globalisasi peran negara sudah tidak lagi dominan, ada peran aktor lain yang mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi, dan keamanan dalam negerinya.



Review Film The Wishtleblower dengan Konsep Maskulin



Ketika kita mempelajari studi Gender, maka kita akan disuguhkan dengan istilah Maskulin dan Feminim. Pada kali ini penulis akan menguraikan unsur-unsur Maskulin yang terdapat pada film The Wishtelblower yang dirilis pada tahun 2011.

Film The Wishtleblower sangatlah kental dengan nuansa maskulinitas, yang mana film ini bercerita tentang perdagangan wanita sebagai budak sex dibawah kekuasaan kaum laki-laki yang kali ini diperankan oleh tokoh-tokoh departemen internasional dan PBB, sebelum saya mereview film ini saya akan menjelaskan secara singkat sipnosis dari film ini. 

Film ini menceritakan seorang perempuan berama Kathryn Bolkovac yang merupakan seeorang opsir polisi yang berasal dari Linclon, ia baru saja menerima sebuah tawaran untuk berkerja di polisi internasional milik PBB. Kathryn di tempatkan di sebuah pos di daerah perang bernama Bosnia-Herzegivina. Disana ia berkerja untuk sebuah perusahaan UK bernama Democra Security. Lalu setelah  ia sukses mendampingi seorang perempuan muslim yang mengalami kekerasan, ia kemudian ditunjuk menjadi kepala departemen yang menangani hak-hak kaum perempuan.


Ketika Kathryn sedang menjalankan tugasnya, ia menemukan sebuah skandal perbudakan sex dalam skala besar yang dilakukan oleh para personel departemen internasional. Dan ketika Kathryn membawa skandal itu ke pihak PBB, Kathryn menemukan bahwa rupanya hal itu telah dilindungi oleh beberapa pejabat PBB. 

Meskipun begitu, ia kemudian menemukan sekutu untuk melakukan investigasi tersebut. Orang itu adalah Madeleine Rees yang merupakan kepala dari komisi hak-hak asasi manusia dan seorang spesialis bernama Peter Ward. 
Kathryn juga pernah mengirim sebuah surat untuk memberi tahu seniornya tentang skandal perdagangan wanita itu. Akan tetapi hal itu malah membawanya kepada pemecatan dirinya dari kepegawaian PBB. 

Kathryn terus berjuang melawan perdagangan perempuan tersebut dengan cara membeberkan berkas-brkas rahasia PBB terkait perdagangan perempuan itu ke Media masa, akan tetapi hal tersebut justru malah membuat namanya tercoreng di organisasi-organisasi internasional.


Dari sipnosis diatas saya menyimpulkan bahwa film ini sangatlah kental dengan unsur-unsur maskulinitas, yang mana maskulinitas itu ialah sebuah kata sifat, adjektif yang berarti "kepriaan" atau menunjukkan sifat laki-laki. Lawan katanya adalah feminin. Maskulin juga sering diartikan dengan sosok laki-laki yang gagah, kekar, lebih berpikir secara logika daripada perasaan. Maskulin juga kerap dihubungkan dengan gambaran pria berotot besar dan macho. Namun maskulin juga dapat diidentifikasikan dengan pria yang menggunakan jas elegan agar terlihat lebih gagah.



Akan tetapi maksud dari maskulin ialah sosok yang memegang tanggung jawab keamanan, bersifat melindungi kaum yang lemah dan memiliki kekuatan, dalam sekala bernegara sososk maskulian bisa diartikan sebagai pemerintahan, yang mana ia bertugas melindungi, menjamin kemakmuran dan keamanan pada rakyatnya, dan timbal baliknya ialah rakyatnya harus mematuhi kebijakan-kebijakannya. 

Dalam sekala internasional kita juga bisa melihat sosok maskulin pada PBB, yang mana PBB bertugas menjaga keamanan internasional demi tercapainya perdamaian dunia. Dengan timbal balik kepatuhan pada kebijakan-kebijakannya.

Dalam film ini kita melihat sekandal penjualan perempuan yang dilakukan oleh aktor-aktor PBB dan departemen internasional. Peran PBB yang seharusnya melindungi kaum-kaum tertindas malah justru tidak mengindahkan hal itu, PBB malah berperan melindungi oknum-oknum penjual perempuan dibanding melindungi mereka. 

Disini kita melihat unsur maskulin PBB yang memiliki power yang besar malah justru menindas kaum feminis. Kemaskulinan PBB sangat nampak dengan kekuasaan dan otoritasnya ia mampu melindungi oknum-oknum penjual wanita, dan sebaliknya sosok perempuan yaitu Kathryn yang berupaya mati-matian untuk membela korban penjualan perempuan justru tak dapat berkutik dibawah kemaskulinan PBB. Dan hal itu justru membawanya kepada pemecatan dirinya dari kepegawaian PBB dan pencorengan namanya di organisasi-organisasi internasional. 

Sipnosis Film Pride & Prejudice


Film Pride & Prejudice menceritakan tentang kehidupan di suatu desa yang didalamnya terdapat suatu keluarga yang disebut keluarga Bennet. Mr Bennet dan istrinya memiliki lima orang putri yang cantik, mereka adalah Elizabeth, Lydia, Jane, Mary, dan Kitty. Kehidupan mereka sangat damai, mereka bertahan hidup dengan mengandalkan peternakannya. Sampai akhirnya keadaan perekonomian keluarga mereka terganggu karena peternakan yang menjadi penghasilan utama mereka akan diwariskan kepada Mr Collins yang merupakan sepupu dari Mr Bennet.

Mrs Bennet selaku ibu yang memiliki lima putri cantik sangat berharap kelak putri-putrinya itu dapat menikah dengan pria kaya yang akan menyelamatkan   perekonomian keluarga mereka. Mrs Bennet memaksa putri-putrinya menemukan pria kaya untuk dinikahi, terutama Elizabeth, Elizabeth dipaksa ibunya untuk menerima lamaran Mr Collins, tetapi lamaran tersebut ditolak Elizabeth lantaran ia tidak mencintai Mr Collins. 

Suatu hari putri-putri Mrs Bennet bertemu dengan dua pemuda yang kaya raya di suatu pesata dansa, yang mana pemuda tersebut baru saja pindah dari London dan membeli kastil di desa Elizabeth, mereka adalah Mr Bingley dan Mr Darcy, ketika itu Jane berkenalan dengan Mr Bingley dan mereka pun berdansa bersama. Sedangkan Elizabeth bertemu dengan Mr Darcy dengan karakternya yang dingin dan penuh misterius.

Lalu pada suatu hari elizabeth bertemu dengan Mr George Wickham yang mana dia adalah seorang tentara. Mr Wickham pun menceritakan tentang Mr Darcy yang mengusir dirinya karena tidak menyukai sikap ayahnya yang lebih menyukai Mr Wickham dibanding dirinya. Mendengar cerita tersebut membuat Elizabeth menilai buruk terhadap Mr Darcy.

Selang beberapa lama Mr Bingley dan Mr Darcy meninggalkan desa yang ditempati keluarga Bennet. Hal tersebut membuat keluarga Bennet sangat kecewa terutama Jane yang sudah terlanjur mencintai Mr Bingley. Pada waktu itu juga Mr Collins menikah dengan sahabat Elizabeth, meskipun demikian Elizabeth tetap menjaga hubungan baiknya dengan sahabatnya dan dengan orang yang pernah melamarnya yaitu Mr Collins.

Pada suatu hari Elizabeth, Mr Collins dan istrinya mengunjungi Lady Catherine. Lalu disana Elizabeth bertemu dengan Mr Darcy dan mereka pun berbincang-bincang dan menjadi lebih dekat. Ternyata kepergian Mr Bingley dan Mr Darcy dari desa Elizabeth adalah inisiatif dari Mr Darcy. Tentu saja hal tersebut membuat Elizabeth marah dan tidak menerimanya begitu saja. Elizabeth juga marah kepada Mr Darcy ketika ia mengungkapkan perasaannya bahwa ia mencintai Elizabeth.


Keluarga Bennet  dipenuhi dengan ujian akibat peristiwa tersebut, puncaknya ialah saat Lydia yang baru berusia lima belas tahun dibawa kabur oleh Mr Wickham. Mr Darcy pun membantu peroses pencarian Lydia sampai akhirnya Lydia bisa kembali pulang dan akhirnya menikah dengan Mr Wickham. 

Semenjak kejadian itu Mr Bingley dan Mr Darcy kembali ke desa Elizabeth dan melamar Jane kembali untuk menikah dengan Mr Bingley. Mr Darcy pun tidak mampu memendam perasaannya kepada Elizabeth samapi ia tidak bisa tidur, sampai pada suatu hari akhirnya Mr Darcy Menemui Elizabeth dan melamarnya, akhirnya Elizabeth pun menerima lamarannya dan orang tua Elizabeth pun merestuinya.