Rabu, 27 Juli 2016

UPAYA PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN DI ERA GLOBALISASI




UPAYA PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN DI ERA GLOBALISASI 

Pendahuluan
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia mengeksploitasi sumberdaya dan  mengolahnya menjadi produk-produk alam dan yang sesuai dengan keperluannya. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan gaya hidup maka kebutuhan akan sumberdaya alam meningkat. Eksploitasi sumberdaya alam dan pemanfaatanya yang didasarkan pada kepentingan ekonomi jangka pendek telah menimbulkan dua sisi kerusakan lingkungan. Di satu sisi terjadilah penyusutan sumberdaya alam dan di sisi lain terjadilah penumpukan limbah yang mengakibatkan polusi.
Jika pembangunan yang hanya mementingkan kepentingan ekonomi jangka pendek diteruskan maka kerusakan lingkungan akan semakin parah sehingga generasi mendatang tidak lagi memiliki sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan akan hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak sehat. Agar kita dapat mewariskan lingkungan dalam keadaan baik sehingga generasi mendatang masih dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka kita perlu melaksanakan pembangunan tanpa merusak lingkungan, atau yang disebut pembangunan berkelanjutan.
Meskipun jargon pembangunan berkelanjutan sudah dipopulerkan sejak tahun 1980-an, pada kenyataannya pelaksanaan pembangunan di lndonesia masih menitikberatkan pada pembangunan ekonomi jangka pendek. Para kepala daerah berupaya keras untuk meningkatkan PAD. Kawasan konservasi dan hutan lindung yang tidak boleh dieksploitasi dianggap sebagai penghambat pembangunan. Ada keinginan sebagian pejabat dan masyarakat untuk mengalihfungsikan kawasan konservasi dan hutan lindung mienjadi kawasan budidaya sehingga dapat diolah dan menghasilkan uang.
Untuk dapat melaksanakan pembangunan berkelanjutan terlebih dulu kita harus mengubah cara berfikir. Kebiasaan mementingkan keuntungan ekonomi jangka pendek harus kita ubah menjadi mementingkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, yang dapat terwujud hanya jika lingkungan tetap terjaga sehingga lingkungan masih dapat menjalankan fungsinya sebagai sistem penyangga kehidupan (Wiryono, 2007).

Dampak pembangunan terhadap lingkungan

Peningkatan konsumsi SDA dan produksi barang-barang kebutuhan manusia tentu berdampak pada lingkungan tempat hidup kita.  Pada awal kehidupan manusia di bumi, ketika jumlah manusia masih sedikit dengan gaya hidup yang primitif, dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan sangat kecil. Sebagran besar lingkungan kita masih berupa lingkungan alami. Lingkungan alami menggunakan sumber energi utama berupa cahaya matahari dan merupakan suatu ekosistem yang mandiri, yang mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Contoh lingkungan  alami adalah kawasan konservasi baik di darat, misalnya hutan, maupun di perairan yang belum dirusak manusia. Di hutan alam, tidak ada masalah limbah karena limbah itu akan terdekomposisi secara alami. Tidak ada pula ledakan penyakit atau hama karena interaksi antar organisme dalam ekosistem itu akan mengendalikan populasi setiap spesies.

Ketika manusia mulai bertani menetap maka manusia mengubah sebagian lingkungan alami tersebut menjadi lingkungan pertanian atau domestik (cultivated or domesticated environment) yang merupakan modifikasi dari lingkungan alami. Lingkungan ini masih menggunakan tenaga matahari, tetapi telah memperoleh input energi dari luar berupa tenaga manusia, mesin, pupuk, dan lain sebagainya. Contoh lingkungan ini adalah lahan tanaman pertanian, lahan peternakan, kebun dan hutan tanaman. Lingkungan alami dan lingkungan pertanian ini merupakan lingkungan penyangga kehidupan, karena kehidupan kita tergantung pada keduanya (Odum, 1989).

Ketika kepadatan dan kegiatan manusia bertambah tinggi terbentuklah lingkungan buatan atau kota, yang sebagian besar energinya berupa bahan bakar. Banyak orang beranganggapan bahwa kota merupakan puncak dari pembangunan, sehingga perubahan dari lingkungan alami dan lingkungan pertanian menjadi perkotaan sering dianggap sebagai sebuah kemajuan. Orang kota merasa lebih tinggi derajatnya dari pada orang desa.

Meskipun luas lingkungan perkotaan jauh lebih kecil dari lingkungan pertanian dan lingkungan alami, namun konsumsi energi di kota jauh lebih tinggi dari pada di kedua lingkungan tersebut. Karena energi menghasilkan kerja, maka kegiatan manusia di lingkungan perkotaan juga jauh lebih tinggi. Akibatnya, secara ekonomi jumlah uang di kota jauh lebih tinggi dari pada di lingkungan lainnya. Maka kota menyedot sumberdaya dari lingkungan pertanian dan alami. Kota merupakan parasit bagi lingkungan pertanian dan alami karena kota mendapatkan udara bersih, air bersih, makanan, energi dan kebutuhan lainnya dari lingkungan pertanian dan alami (Odum, 1989). Kalau lingkungan pertanian dan alami rusak maka pasokan SDA ke kota akan berkurang sehingga kegiatan manusia di kota juga akan berkurang.

Untuk mempertahankan kehidupan manusia, maka lingkungan partanian dan alami yang merupakan sistem penyangga kehidupan harus kita jaga. Namun pembangunan yang beroriontasi pertumbuhan ekonomi jangka pendek seringkali mengabaikan kelestarian Iingkungan pertanian dan alami ini. Akibatnya terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang pada gilirannya mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Salah
satu contoh bencana akibat kerusakan lingkungan yang baru saja terjadi adalah banjir di Jakarta dan sekitarnya yang menimbulkan kerugian beberapa triliun rupiah. Memang faktor alam, yaitu curah hujan yang tinggi dan elevasi (ketinggian tanah) yang rendah, berperan besar dalam menyebabkan banjir, tetapi kelalaian manusia membuat skala banjir itu menjadi sangat besar. Lahan-lahan terbuka hijau di Jakarta maupun di Kabupaten Bogor (Cisarua, Puncak, Cianjur) yang seharusnya berfungsi untuk meresapkan air ke dalam tanah banyak yang telah diubah menjadi bangunan, maka volume  air yang diserap tanah berkurang dan sebaliknya volume air yang mengalir di permukaan tanah bertambah. Kelebihan air itu seharusnya bisa ditampung di rawa-rawa, danau-danau dan situ, tetapi lahan basah tempat menampung air itu sekarang banyak yang telah diurug dan berubah menjadi daerah permukiman dan pertokoan. Akibatnya, air tersebut menggenangi jalan dan bangunan. Selain itu, saluran-saluran pembuangan air di Jakarta sudah menyempit dan dangkal akibat pembuatan bangunan di sekitar sungai dan pembuangan sampah ke sungai. Akibatnya air tidak segera dapat dialirkan ke laut.

Menuju pembangunan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kata lain pembangunan berkelanjutan memanfaatkan sumber daya secara bijaksana sehingga sumber daya tersebut tidak habis dan dapat dinikmati oleh anak cucu. Pembangunan berkelanjutan memadukan dua ilmu yang selama ini dianggap bertentangan yaitu ekonomi dan ekologi, sehingga lahirlah disiplin ilmu baru yaitu Ecological Economics (Costanza,1991).  Memang, sebenarnya kedua disiplin ilmu tersebut berasal dari akar kata Yunani yang sama, yaitu
oikos yang berarti rumah, dan nomia berarti manajemen, sedangkan logos berarti studi. Seharusnya ekonomi dan ekologi merupakan dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Namun dalam prakteknya, ekonomi lebih banyak membahas pekerjaan manusia, barang
dan jasa yang dapat dijual, sementara ekologi mempelajari lingkungan alami dan barang dan jasa yang tidak dapat dijual (Odum, 1989). Dalam rangka menggabungkan ekonomi dan ekologi, Bank Dunia mendanai lntegrated Conservation and Development Project atau disingkat ICDP (Sutherland, 2000). Namun beberapa ICDP di lndonesia yang berusaha menyelamatkan kawasan-kawasan konservasi ternyata kurang berhasil (Wells et al, 1999).

Untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, para pejabat pemerintah, pengusaha dan masyarakat umum pertama-tama harus membentuk cara pandang yang berjangka panjang dan hotistik (menyeluruh) tentang nilai barang dan jasa. Kalau selama ini kita menilai barang dan jasa berdasarkan harganya di pasar (dalam bentuk uang), maka sekarang kita juga harus menilai fungsinya dalam kehidupan. Contohnya adalah udara bersih dan air bersih yang dihasilkan oleh hutan. Sebagian kecil air bersih sudah dapat dijual dalam bentuk air kemasan, tetapi sebagian besar masih dapat kita nikmati secara cuma-cuma. Meskipun udara dan air bersih bisa diperoleh secara gratis, tidak berarti kedua barang itu tidak bernilai. Sebaliknya kedua barang itu merupakan kebutuhan utama manusia yang paling vital sehingga harus kita jaga. Jika ketersediaan udara dan air bersih berkurang maka manusia tidak dapat hidup sehat danseberapa besarpun uang yang kita miliki tidak ada nilainya.

Kemiskrnan dan kurangnya pengetahuan masyarakat merupakan sebagian dari  penyebab kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang.Orang yang miskinsulit untuk diajak memikirkan kelestarian lingkungan jangka panjang. Oleh karena itu, pendidikan sangat  dibutuhkan karena pendidikan dapat mempengaruhi perilaku secara langsung maupun tidak langsung. Pendidikan yang sangat diperlukan di Indonesia adalah pendidikan ketrampilan dan pendidikan lingkungan, baik yang bersifat formal  maupun nonformal. Pendidikan ketrampilan akan dapat menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja di sektor-sektor non formal dan tidak tergantung pada lowongan kerja di pemerintahan yang sangat terbatas. Dengan terserapnya tenaga-tenaga kerja usia produktif  tersebut, maka pendapatan masyarakat akan meningkat. Tingkat pendapatan masyarakat yang lebih tinggi dan pengetahuan lingkungan yang lebih baik akan dapat mengurangi tekanan penduduk terhadap hutan konservasi dan hutan lindung.

Bersamaan dengan itu, pemerintah harus menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan yang memadukan aspek ekonomi dan ekologi, antara lain sebagai berikut:
1.     Dalam mengembangkan pertanian, pemerintah harus memperhatikan kesesuaian lahan dan agroklimat dengan komoditas yang dikembangkan. Jenis tanaman yang dikembangkan sebaiknya beranekaragam untuk menghindari ledakan hama dan penyakit.
2.    Tata ruang kota perlu mengalokasikan ruang terbuka hijau yang cukup dan rencana itu harus diimplementasikan dengan tegas. Pemanfaatan lahan yang menyimpang dari tata ruang harus ditindak tegas.
3.    pertumbuhan penduduk harus dikendalikan melalui keluarga berencana. Layanan KB disediakan secara murah, bahkan kalau bisa gratis.
4.    pengembangan pariwisata harus dilakukan dengan mengikuti pola ekowisata, artinya memperhatikan aspek konservasi.
5.    Alokasi anggaran pemda harus memprioritaskan kepentingan umum, bukannya kepentingan aparat (Wiryono, 2007).




Kesimpulan
pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai jika pemerintah berjalan dengan bersih, dan masyarakatnya sejahtera, sehat dan berpendidikan. Sebaliknya, jika masyarakat masih miskin, kurang berpendikan dan tidak sehat, sementara pemerintahannya tidak bersih, maka pembangunan berkelanjutan hanya akan menjadi jargon yang tidak akan pernah terwujud.


Daftar Pustaka
Wiryono. (2007). Menuju pembangunan berkelanjutan, membangun tanpa merusak lungkungan. Bengkulu: Bumi lestari press
odum, E.P. (1989). Ecology and our endangered life-support systems sinauer Associates, lnc, Publishers. Sunderland, Massachusetts.

Co'stanza, R. (1992). Ecological Economics, The Science and Management of Sustainability.New York: Columbia University Press.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar